PERBEDAAN AL-QUR'AN, HADIST QUDSI DAN HADIST NABAWI.

PERBEDAAN AL-QUR’AN, HADIS QUDSI DAN HADIS NABAWI PENDAHULUAN Alhamdulillahir Rabbil ‘Alamin, segala puji hanya bagi Allah, pemilik alam semesta. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah Saw, keluarga, sahabat, dan umatnya yang senantiasa istiqomah mengikuti ajarannya. Di zaman yang modern ini, semua ilmu-ilmu baik bersumber dari al-Qur’an maupun hadist sangat mudah sekali didapatkan melalui media elektronik seperti google. Namun terkadang kita tidak mengetahui apakah ini termasuk kutipan dari al-Qur’an, hadist nabawi, atau bahkan dari hadist qudsi. Dan karena ketidaktahuan kita terhadap perbedaan ketiganya, terkadang membuat sesorang salah penggunaannya dalam keseharian. Seperti apakah hadist qudsi boleh dipakai untuk bacaan sholat meskipun berasal dari Allah? Dan lain sebagainya. Banyak perbedaan dari al-Quran, hadits Nabawi, dan hadits Qudsi. Namun itu semua tetap harus menjadi pegangan kita sebagai sumber utama umat Islam dalam menentukan berbagai permasalah kehidupan di dunia ini. Jangan sampai, perbedaan tersebut malah dijadikan polemik di antara umat. Kembalikanlah semuanya kepada dua sumber utama seperti apa yang diwasiatkan oleh Rasulullah Saw yaitu; al-Quran dan as-Sunnah.Maka dari itu dalam makalah ini kami mencoba untuk memaparkan apa sajakah perbedaan dari al-Qur’an, hadist Nabawi, serta hadist Qudsi. Semoga bermanfaat . I. Pengertian Al-Qur’an Secara etimologi, al-Qur’an merupakan bentukan dari kata qara’a (qara’a-yaqra’u-qira’atan-qur’anan) yang berarti menghimpun, menggabung, atau merangkai. Kata ini dikuatkan dengan penggunaan kata tersebut dalam al-Qur’an sendiri pada surat 75:17-18. Ibn Faris menyamakan kata tersebut dengan kata qarw yang juga berarti menghimpun. Dinamakan al-Qur’an karena ia menghimpun surat-surat dan ayat-ayatnya. Sementara al-Zarqani menukilkan satu pendapat tentang kata al-Qur’an yang berasal dari qaran, qarin, dan qara’in yang berarti juga menggabung sesuatu dengan yang lain, meskipun ia sendiri memilih pendapat yang pertama. Menurut pengertian terminologisnya, al-Qur’an pada umumnya didefinisikan sebagai kata-kata Allah yang azaly, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw melalui malaikat Jibril, yang tertulis pada mushaf, yang ditranmisikan secara mutawatir, menjadi petunjuk bagi manusia, dan yang membacanya sebagai ibadah. Atau secara sederhana dapat dikatakan bahwa al-Qur’an adalah kata-kata Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dengan periwayatan secara mutawatir dan membacanya adalah ibadah. II. Pengertian Hadist Kata hadis berasal dari kata hadits, jamaknya ahadist, hidtsan, dan hudtsan. Namun yang terpopuler adalah ahadits, dan lafal inilah yang sering dipakai oleh para ulama hadis selama ini. Hal ini terbukti dengan adanya kitab-kitab hadis atau kumpulan hadis-hadis yang diberi nama dengan ahadits seperti kitab Mukhtar al-Ahadits, al-jami as-Shaghir fi ahadits al-Basyir an-Nadzir dan sebagainya. Dari segi bahasa, kata ini memiliki banyak arti, diantaranya al-jadid (sesuatu yang baru), yang merupakan lawan dari kata al-qadim (sesuatu yang lama), jiuga bisa diartikan sebagai al-khabar (berita/informasi) dan al-qarib (sesuatu yang dekat). Adapun pengertian secara istilah, terdspst perbedaan pendapat dikalangan ulama. Misalnya, ulama hadis mengatakan; hadis ialah segala ucapan, perbuatan, taqrir (pengakuan), dan segala keadaan yang ada pada Nabi muhammad Saw. Sedangkan ulama ushul mengatakan; hadis adalah segala perkataan, perbuatan, dan takrir Nabi Muhammad Saw yang bersangkut-paut dalam hukum Islam. III. Pengertian Hadist Qudsi Hadist qudsi adalah hadist yang disandarkan kepada Rasulullah Saw dan disandarkannya kepada Allah SWT. Hadist qudsi disebut pula dengan hadist ilahi rabbani, penamaan ini dengan nama hadist qudsi adalah sebagai penghormatan terhadap hadist-hadist yang demikian mengingat bahwa sandarannya adalah Allah. Jadi seakan-akan hadist qudsi itu disabdakan untuk menyucikan Dzat Allah. Sedikit sekali hadist qudsi yang membicarakan hukum halal dan haram. Hadist qudsi itu termasuk ilmu rohani tentang Allah SWT. IV. Perbedaan Al-Qur’an dengan Hadist Qudsi Sehubungan dengan perbedaan antara al-Qur’an dan hadist qudsi, para ulama berbeda pendapat. Diantara pendapat yang paling kuat adalah pendapat Abul Baqa’ al-‘Akbari dan al-Thayyibi. Abul Baqa’ berkata, “Sesungguhnya lafal dan makna al-Qur’an berasal dari Allah melalui pewahyuan secara terang-terangan, sedangkan hadist qudsi itu redaksinya dari Rasulullah dan maknanya berasal dari Allah melalui pengilhaman atau melalui mimpi.” Sebelum beranjak pada keterangan tentang perbedaan antara al-Qur’an dan hadis qudsi, ada baiknya dijelaskan dulu tentang hadis qudsi. Hadis adalah segala perbuatan, perkataan dan taqrir yang disandarkan kepada nabi Muhammad SAW. Sedangkan qudsi dinisbahkan sebagai kata quds, nisbah ini mengesankan rasa hormat, karena materi kata itu menunjukkan kebersihann dan kesucian dalam arti bahasa. Maka kata taqdis berarti menyucikan Allah. Taqdis sama dengan tathiir, dan taqaddasa sama dengan tatahhara (suci, bersih) Allah berfirman : Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepda malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata:” Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang kamu tidak ketahui.”(Al-baqarah: 30). Hadis qudsi ialah hadis yang oleh Nabi saw, disandarkan kepada Allah. Maksudnya Nabi meriwayatkan bahwa itu adalah kalam Allah. Maka rasul menjadi perawi kalam Allah ini dari lafal Nabi sendiri. Bila seseorang meriwayatkan hadis qudsi maka ia meriwayatkannya dari Rasulullah SAWdengan disandarkan kepada Allah, dengan mengatakan: “Rasulullah SAW mengatakan: Allah ta’ala telah berfirman(qaalallaah) atau Allah Ta’ala berfirman (yaqulullaah).” Al-Thayyibi berkata, “Al-Qur’an itu diturun kan melalui perantaraan malaikat kepada Nabi Muhammad Saw, sedsngkan hadist qudsi itu maknanya berisi pemberitaan Allah melalui ilham atau mimpi, lalu Nabi Saw memberitahukannya kepada umatnya dengan redaksinya sendiri. Adapun hadist nabawi tidak disandarkan kepada Allah dan tidak diriwayatkannya dari Allah.” Contoh yang pertama: عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: كَذَّبَنِي ابْنُ آدَمَ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ ذَلِكَ، وَشَتَمَنِي وَلَمْ يَكُنْ لَهُ ذَلِكَ، فَأَمَّا تَكْذِيبُهُ إِيَّايَ فَقَوْلُهُ: لَنْ يُعِيدَنِي كَمَا بَدَأَنِي، وَلَيْسَ أَوَّلُ الْخَلْقِ بِأَهْوَنَ عَلَيَّ مِنْ إِعَادَتِهِ، وَأَمَّا شَتْمُهُ إِيَّايَ فَقَوْلُهُ: اتَّخَذَ اللَّهُ وَلَدًا، وَأَنَا الْأَحَدُ الصَّمَدُ، لَمْ أَلِدْ وَلَمْ أُولَدْ، وَلَمْ يَكُنْ لِي كُفُوًا أَحَدٌ" (رواه البخاري (وكذلك النسائي Diriwayatkan dari Abi Hurairah r.a., bahwasanya Nabi ﷺ bersabda, telah Berfirman Allah ta'ala: Ibnu Adam (anak-keturunan Adam/umat manusia) telah mendustakanku, dan mereka tidak berhak untuk itu, dan mereka mencelaku padahal mereka tidak berhak untuk itu, adapun kedustaannya padaku adalah perkataanya, “Dia tidak akan menciptakankan aku kembali sebagaimana Dia pertama kali menciptakanku (tidak dibangkitkan setelah mati)”, aadpun celaan mereka kepadaku adalah ucapannya, “Allah telah mengambil seorang anak, (padahal) Aku adalah Ahad (Maha Esa) dan Tempat memohon segala sesuatu (al-shomad), Aku tidak beranak dan tidak pula diperankkan, dan tidak ada bagiku satupun yang menyerupai”. (Diriwayatkan oleh al-Bukhari (dan begitu juga oleh an-Nasa-i) Contoh yang kedua: عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنْ الشِّرْكِ؛ مَنْ عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكَ فِيهِ مَعِي غَيْرِي(1)، تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ". (رواه مسلم (وكذلك ابن ماجه Diriwayatkan dari Abi Hurairah r.a, beliau berkata, Telah bersabda Rasulullah ﷺ, “Telah berfirman Allah tabaraka wa ta'ala (Yang Maha Suci dan Maha Luhur), Aku adalah Dzat Yang Maha Mandiri, Yang Paling tidak membutuhkan sekutu; Barang siapa beramal sebuah amal menyekutukan Aku dalam amalan itu(1), maka Aku meninggalkannya dan sekutunya” Diriwayatkan oleh Muslim (dan begitu juga oleh Ibnu Majah) Ada beberapa perbedaan antara al-Qur’an dengan hadist qudsi. Dan yang terpenting ialah ; 1. Al-Qur’an Al-Karim adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada Rasulullah dengan lafadznya, yang dengannyaorang arab ditantang tetapi mereka tidak mampu membuat yang seperti Al-Qur’an itu, atau sepuluh yang serupa itu, atau bahkan satu surat sekalipun. Tantangan itu tetap berlaku, karena al-Qur’an merupakan mukjizat abadi hingga hari kiamat. Sedang hadist qudsi tidak untuk menantang dan tidak pula berfungsi sebagai mukjizat. 2. Al-Qur’an Al-Karim hanya dinisbatkan kepada Allah semata. Istilah yang dipakai biasanya, “Allah ta’ala telah berfirman”. Adapun hadist qudsi terkadang diriwayatkan dengan disandarkan kepada Allah. Penyandaran hadist qudsi kepada Allah itu bersifat penisbatan insya’i (yang diadakan). Di sini juga menggunakan ungkapan, “Allah telah berfirman atau Allah berfirman”. Terkadang juga diriwayatkan dengan disandarkan kepada Rasulullah saw, tetapi penisbatannya bersifat ikhbar (pemberitaan), karena Nabi yang mengabarkan hadist itu dari Allah. Maka di sini dikatakan; Rasulullah mengatakan mengenai apa yang diriwayatkan dari tuhannya. 3. Seluruh isi al-Qur’an dinukil secara mutawatir, sehingga kepastiannya sudah mutlak (qath’i ats-tsubut). Sedang hadist-hadist qudsi sebagian besar memiliki derajat khabar ahad, sehingga kepastiannya masih merupakan dugaan (zhanni ats-tsubut). Adakalanya hadist qudsi itu shahih, terkadang hasan (baik) dan ada pula yang dha’if (lemah) 4. Al-Qur’an Al-Karim dari Allah, baik lafadz maupun maknanya. Itulah wahyu, adapun hadist qudsi maknanya saja yang dari Allah, sedang lafadz (redaksi)nya dari Rasulullah saw. Hadist qudsi wahyu dalam makna, bukan dalam lafazh. Oleh sebab itu, menurut sebagian besar ahli hadist, tidak mengapa meriwayatkan hadist qudsi dengan maknanya saja. 5. Membaca Al-Qur’an Al-Karim merupakan ibadah; karena itu ia dibaca dalam sholat. “Maka bacalah apa yang mudah bagimu dari Al-Qur’an.” (Al-muzammil:20) Nilai ibadah membaca Al-Qur’an juga terdapat dalam hadist, “barangsiapa membaca satu huruf dari Al-Qur’an, dia akan memperoleh satu kebaikan. Dan kebaikan itu akan dibalas sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan alif lam mim itu satu huruf. Tetapi alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf.” (HR. At-Tirmizi dari Ibnu Mas’ud. Dia mengatakan hadist itu hasan dan shahih) Untuk hadist qudsi tidak disuruh membacanya di dalam shalat. Allah memberikan pahala membaca hadist qudsi secara umum saja. Jadi membaca hadist qudsi tidak memperoleh pahala seperti membaca Al-Qur’an bahwa pada setiap huruf mendapatkan sepuluh kebaikan, sebagaimana disebutkan dalam hadist di atas. V. Perbedaan Hadist Qudsi dengan Hadist Nabawi Hadist nabawi ada dua macam: 1. Tauqifi. Yang bersifat tauqifi yaitu; kandungannya diterima oleh rasulullah dari wahyu, lalu iajelaskan kepada manusia dengan kata-kata darinya. Disini, meskipun kandungannya dinisbahkan kepada Allah, tetapi –dari sisi perkataan- lebih layak di nisbahkan kepada rasulullah, sebab kata-kata itu disandarkan kepada siapa yang mengatakannya, walaupun terdapat makna yang di terimanya dari pihak lain. 2. Taufiqi. Bagian lain adalah adalah taufiqi. Yang bersifat taufiqi yaitu; yang disimpulkan oleh rasulullah saw, menurut pemahamannya terhadap al-Qur’an, karena fungsi rasul menjelaskan, menerangkan al-Qur’an, atau mengambil istimbat dengan perenungan dan ijtihad. Dalam hal ini, wahyu akan mendiamkannya bila benar. Dan bila terdapat kesalahan didalamnya, maka wahyu akan turun untuk membetulkannya. Yang pasti taufiqi ini bukan kalam Allah. Inilah esensi dari firman Allah tentang Rasul kita Muhammad saw. “Dia (Muhammad) tidak berbicara menurut hawa nafsunya. Apa yang diucapkannya itu tidak lain hanyalah wahyu yang diturunkan kepadanya.” (An-Najm: 3-4) Hadist qudsi itu maknanya dari Allah. Hadist itu disampaikan kepada Rasulullah saw, dengan satu cara dari beberapa model pewahyuan, tetapi lafadznya dari Rasulullah. Inilah pendapat yang kuat. Dinisbatkannya hadist qudsi kepada Allah Ta’ala adalah penisbatan isinya (esensi), bukan penisbatan lafadznya (redaksi). Sebab seandainya lafadz hadist qudsi itu berasal dari Allah, maka tentu tidak berbeda dengan Al-Qur’an; gaya bahasanya pun akan menantang, juga yang membacanya dianggap ibadah. KESIMPULAN Dari uraian diatas, dapat kita ketahui kesimpulan dari perbedaan antara hadist nabawi, hadist qudsi dan al-Qur’an seperti pada tabel berikut ini: No Hadist Nabawi Hadist Qudsi Al-Qur’an 1 Redaksi dan maknanya dari Nabi Redaksi dari nabi, maknanya dari Allah SWT Redaksi dan maknanya dari Allah SWT 2 Berasal dari ijtihad nabi dengan panduan wahyu Disampaikan melalui mimpi atau wahyu Diwahyukan Allah melalui malaikat Jibril 3 Periwayatannya boleh dengan maknanya saja Periwayatannya boleh dengan maknanya saja Periwayatan harus dengan makna dan lafadznya 4 Umumnya diriwayatkan secara Ahad Umumnya diriwayatkan secara Ahad Seluruh periwayatannya Mutawatir 5 Bukan merupakan mukjizat Nabi Bukan merupakan mukjizat Nabi Merupakan mukjizat Nabi 6 Membacanya bukan ibadah Membacanya bukan ibadah Membacanya termasuk Ibadah 7 Bukan bacaan Sholat Bukan bacaan Sholat Merupakan bacaan Sholat 8 Menyentuhnya tidak disyaratkan dalam keadaan suci Menyentuhnya tidak disyaratkan dalam keadaan suci Menyentuhnya disyaratkan dalam keadaan suci DAFTAR REFERENSI Al-Qaththan, Manna.2004. Pengantar Studi Al-Qur’an. Kairo: Maktabah Wahbah Hitami, Munzir. 2012. Pengantar Studi Al-Qur’an: Teori dan Pendekatan. Yogjakarta: LkiS Yogjakarta ‘Itr, Nuruddin. 1997. Manhaj An-Naqd Fii’Uluum Al-Hadist. Damaskus: Dar Al-Fikr Damaskus Kholis, Nur. 2008. Pengantar studi Al-Qur’an dan Al-Hadist. Yogyakarta: Teras Rafiq, Annur. 2006. Pengantar Study Ilmu Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. Suryadilaga, Alfatih. 2015. Ulumul Hadis. Yogyakarta: KALIMEDIA Qahar, Adnan. 2006. IlmuUshulHadist. Yogyakarta: PustakaPelajar.

CONVERSATION

0 komentar:

Posting Komentar

Translate

Back
to top